BAB I
. PENDAHULUAN
Penderitaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, dan sering bertanya-tanya untuk apa hidup ini harus menderita, terutama bila dilihat dari sudut pandang Iman Kristen. Penderitaan tidak dapat dipahami begitu saja, tetapi harus dilihat dari pelbagai sudut karena berkaitan dengan banyak aspek kehidupan.
Dan penderitaan orang yang percaya tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Yesus, dan penderitaan Yesus ini menjadi suatu contoh bagi orang yang percaya untuk menguatkan, ketika diperhadapkan dengan penderitaan. Dan dalam hal ini penderitaan orang percaya mengerjakan suatu kemuliaan yang kekal yang melebihi segala-galanya.
A. Latar belakang penulisan kitab petrus
Surat Petrus menyatakan bahwa penulisanya adalah Rasul Petrus sendiri (1:1). Ia adalah seorang “penatua” yang pernah menjadi saksi mata penderitaan Kristus (5:1). Ia memiliki kawan yang disebut “anaknya”, yakni Markus(5:13). Tradisi dengan tegas menyatakan bahwa surat ini ditulis oleh Raul Petrus, yagn menggunakan Silwanus (silas; 5:12) sebagai juru tulisnya (amanuensis). Agak pasti bahwa surat ini ditulis dari Roma yang juga disebut Babilon (5:13) sebelum Nero mulai melancarkan penganiayaan.
Surat petrus ini ditulis oleh Petrus sendiri pada tahun 60-63 M, dengan tema menderita bagi Kristus. Surat ini merupakan yang pertama dari dua surat PB yang ditulis oleh rasul Petrus (1:1; 2Petrus 1:1). Petrus mengakui bahwa surat pertama ini ditulis dengan bantuan Silas (Yun. Silvananus) sebagai jur tulisnya (5:12). Kemahiran Silas dalam bahasa Yunani dan tampak dalam surat 2 Petrus. Nada dan isi surat ini, sedangkan bahasa petrus yang kurang halus tampak dalam surat 2 Petrus. Persekkutuannya yang akrab dengan Tuhan Yesus selama bertahun-tahun melandasi ingatannya kembali akan kematian (1:11, 19; 2:21-24; 3:18; 5:1) dan kebangkitan Yesus(1:3, 21’ 3:21); secara tidak langsung Petrus tampaknya juga menunjuk kepada penampakan diri Yesus kepadanya di Galilea setelah kebangkitan menunjuk kepada penampakan diri Yesus kepadanya di Galilea setelah kebangkitan (2:25; 5:2a; bd. Yoh 21:15-23). Tambahan lagi, terdapat banyak persamaan di antara surat ini dengan khotbah-khotbah Petrus yan dicatat dalam Kisah Para Rasul.
Petrus mengalamatkan surat ini kepada “orang-orang pendatang yang tersebar” diseluruh propinsi Asia kecil kekaisaran Romawi (1:1). Beberapa di antara mereka ini mungkin adalah orang bertobat yang menanggapi khotbahnya pada hari Pentakosta dan telah kembali ke kota masing-masing dengan iman yang baru (bd. Kis 2:9-11). Orang percaya ini disebut “pendatang dan perantau” (2:11) untuk mengingatkan mereka bahwa perziarahan mereka sebagai tanggapan terhadap laporan dari orang percaya di Asia kecil tentang peningkatan perlawanan (4:12-16) yang belum didukung resmi oleh pemerintahan (2:12-17).
Petrus menulis dari “Babilon” (5:130. Kata ini dapat ditafsirkan secara harfiah sebagai negara Babilon di Mesopotamia atau sebagai ungkapan kiasan untuk Roma, pusat tertinggi dari kefasikan abad pertama. Walaupun Petrus mungkin satu kali berkunjung ke tempat penampungan golongan Yahudi-ortodoks yang besar di Babilon, dan lebih mudah menerangkan bajwa Petrus, Silas (5:12), dan, Marus (5:13) sedang bersama-sama di Roma (Kolose 4:10 ; bd. Pernyataan Papias mengenai Petrus dan markus di Roma pada awal dasawarsa 60-an dan bukan di Babionia. Kemungkinan besar Petrus menulis dari Roma pada tahun 60-63 M, pasti sebelum pertumpahan darah yang mengerikan oleh Nero di mulai (th. 64 M).
- Tujuan Penulisan surat Petrus
Petrus menulis surat pengharapan yang penuh dengan sukacita ini unutk memberikan kepada orang percaya pandangan yang ilahi dan abadi bagi kehidupan di bumi dan untuk memberikan bimbingan praktis kepada mereka yang mulai mengaami penderitaan yang berat sebagai orang Kristen di dalam masyarakat kafir. Petrus khawatir kalau-kalau ornag percaya membangitkan ketidasenangan pemerintah dan menasihatkan mereka untuk menhgikuti teladan Yesus dalam menderita dengan tidak bersalah benar, dan luhur.
BAB II
PENDERITAAN YANG DI ALAMI ORANG PERCAYA DAN MAKNA PENDERITAAN
A. Menderita karena Mengikut Kristus
Penderitaan yang terjadi atau yang dimaksud dalam surat petrus ini adalah bukan penderitaan karena melakukan dosa atau kejahatan, melainkan menderita karena mengikut Yesus, didalam hal ini adalah orang-orang yang mengikut Yesus diperhadapapkan pencobaan-pencobaan atau penderitaan-penderitaan badani untuk menguji iman dan kemurnian .Rasul petrus menekankan bahwa penderitaan yang di alami orang percaya bukan penderitaan badani, bencana alam, kecelakaan, atau musibah biasa yang menimpa semua manusia yang harus dilalui karena mereka adalah orang-orang Kristen. Pencobaan yang telah ditetapkan untuk dilalui, yaitu tuduhan palsu atas perbuatan durjana, yang mungkin terlalu kuat untuk disebut “nyala api siksaan”, namun itulah pengalaman biasa bagi orang percaya ditengah dunia yang jahat ini. Walaupun penderitaan itu dihubungkan dengan Iblis, Petrus menekankan bahw aitu terjadi menurut kehendak Allah. “ Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”[1][1] .Allah adalah hakimn yang adil bagi dunia ini dan bagi umatnya-Ny. Oleh sebab itu, mereka yang menderita menurut kehendak Allah harus tekun dalam perbuatan baik dan mempercayakan jiwa kepada pencipta.
B. Makna Penderitaan
Makna penderitaan yang dialami orang percaya adalah untuk membuktikan kemurnian iman, yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api, sehingga memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.
B. Untuk menguji dan membuktuikan iman orang percaya kepada Yesus
Orang yang percaya dan mengasihi Yesus sebagai juru selamat, diuji benar kemurniaan iman mereka, keteguhan hati, seperti emas yang dimurnikan melalui perapian. Sehingga iman itu dalam hal mengasihi bukan hanya di mulut saja mengasihi, tetapi benar-benar dalam hati yang terdalam yang bisa dipertanggungjawabkan dan benar-benar terbukti nilainya.”[2][2]
Ketika Allah menguji iman Abraham, pada waktu ia harus mempersembahkan anak yang satu-satunya, yang ditunggu-tunggu, anak perjanjian, tiba-tiba Allah meminta untuk dipersembahkan, hal ini bukan berarti Tuhan Allah tidak mengerti atau mempermainkan Abraham tetapi Allah sedang menguji kemurniaan iman Abraham yang sesungguhnya. Demikian juga orang-orang yang percaya kepada Tuhan yang mengikut Dia, diuji kemurnian iman, sehingga orang percaya itu dapat mempunyai iman yang bisa diuji.
BAB. III
SIKAP ORANG PERCAYA DALAM MENGHADAPI PENDERITAAN
A. Bersuka Cita dan Bergembira
Didalam menyikapi atau menghadapi penderitaan ini, orang percaya harus memahami bahwa Allah mengizinkan itu terjadi, bukan karena tidak peduli tetapi karena Dia mengasihi orang ercaya supaya dalam penderitaan itu, orang percaya bisa mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Orang percaya haruslah memandang bahwa dibalik penderitaan itu ada kemuliaan dan sukacita yang Tuhan sediakan. Dan mengetahui bahwa Allah memakai untuk kebaikan dan maksud yang mulia.”[3][3]
Oleh karena penderitaan orang yang percaya itu sesuai dengan teladan Kristus, maka tanggapan orang percaya tidak boleh bersikap pasif, melainkan bersukacita. Penderitaan menurut kehendak Allah mengandung kehormatan karena melaluinya realitas dan kesejatian dengan iman orang percaya itu dapat dibuktikan, walaupun harus melewati pengujian dengan api. Inilah alasan mengapa harus menjadi pokok sukacita. Selanjutnya penderitaan itu mengandung unsure menyucikan.
B. Bersabar dalam Menghadapi penderitaan
Bersabar dalam penderitaan adalah bertahan dan tidak bersungut-sungut, dan menganggap penderitaan itu adalah suatu proeses kehidupan dalam mencapai kehidupan kekal atau pemurnian iman. Dalam hal salah satu contoh didalam kitab Perjanjian Lama adalah Yusuf. Dia adalah seorang pemuda yang baik. Ia sangat dikasihi oleh ayahnya. “Yusuf diberi jubah yang sangat indah. Kasih dan berkat dari ayahnya ini menimbulkan kecemburuan dan bertumbuh membuahkan kebencian terhadap yusuf. Akibatnya Yusuf menderita sengsara yang luar biasa. Ditinjau dari segi “sebab” kesengsaraan Yusuf tidak terjadi karena kesalahannya. Ia menderita karena ia mendapat kasih sayang dari ayahnya”.[4][4]
Dan alur kehidupannya lagi ketika di rumah fotifar sebagai pembantu dia di hina bahwa dia bersetubuh dengan istri Fotifar, pada hal itu tidak benar. Dan bahkan dia dipenjara, karena hal ini, tetapi dalam hal ini Yusuf tetap sabar, dia tidak memarahi Fotifar, tetapi dia menjelaskan dengan baik.bahwa dia tidak melakukan hal itu.
Demikian juga halnya orang percaya haruslah bersabar ketika diperhadapkan penderitaan atau masalah apapun, karena dibalik semua ini ada sesuatu yang terindah yang Tuhan tunjukkan kepada orang percaya, seperti Yusuf yang dulunya Yusuf di hina, dianggap sebagai yang tak berarti, tetapi ketika melewati penderitaan itu, yang dimana dia dipenjara dan pada waktu itu dia bisa mengartikan mimpi ada sesuatu yang luar biasa atau rencana yang baik, bahkan dia menjadi raja. Dan dalam hal ini, seandainya dia tidask sabar atau melawan, maka hal ini tidak akan terjadi, tetapi ketika sadar dalam ancaman atau penderitaan ini, bahwa Tuhan mengangkat dia menjadi raja.
Hanya sedikit orang yang kejam dan jahat terhadap orang yang hidupnya tidak bersalah. Jika menderita oleh karena kebenaran. Inilah kemuliaan dan kebahagian bagi orang percya. Dan tak usah takut terhadap ancaman atau segala hal yang menyusahkan dari pihak musuh. Selalu berbuat baik adalah cara yang paling baik adalah cara yang paling tepat untuk menghindari dari malapetaka. Pengganti perasaan takut kepada manusia yakinlah bahwa “kuduskanlah Kristus didalam hatimu sebagai Tuhan”.[5][5]
KESIMPULAN
Penderitaan yang dimaksud didalam surat petrus ini adalah penderitaan karena mengikut Kristus, bukan karena mencuri atau berbuat jahat tetapi karena mengikut Kristus, yang dimana Kristus menjadi teladan dalam penderitaan-Nya. Sebab Kristus menderita kesakitan, sebab itu juga orang percya harus meniru teladan ini.
Penderitaan yang di alami orang percaya adalah se izin dasn kehendak dari pada Tuhan sendiri, sehingga dalam hal ini, tidak ada orang yang bermegah di dalam kemerdekaan yang diberikan Tuhan, tetapi justru di dalam penderitaan itu orang percaya bisa merendahkan dirinya, dan mendapat bagian didalam penderitaan yang di alami Kristus.
Tujuan penderitaan yang di alami orang percaya adalah untuk membuktikan dan menguji kemurnian iman orang percaya seberapa besar iman didalam mengasihi Tuhan, bukan untuk menjatuhkan, tetapi dalam hal ini benar memurnikan iman mereka dan untuk membawa orang percaya semakin dekat kepada Tuhan..
DAFTAR PUSTAKA
Horton. M Stanley , Akitab penuntun, (dit.Gandum Mas) hlm 2094
Eldon Ladd George., Teologi Perjanjian Baru, dit Kalam hidup, (Bandung) 2002, hlm 410
.Hinckly K. C. , Kompas kehidupan Kristen, Kalam jidup (Bandung 1996), halaman 55
Dillheimer Paul E, Kemuliaan Dibalik penderitaan, (dit Yakin : Surabaya, ) hlm 54
S. BoneDarmawan , Jangan Menyerah, dit. Kalam hidup,(Bandung 2006), halaman 23
Sutjiono. S.J., Garis besar Khotbah, (dit : Media buana Indonesia; Jakarta thn 2000), hlm295
Tidak ada komentar:
Posting Komentar